Sunday, May 03, 2009

Masa Depan Perdamaian & Politik Aceh


Pokok-pokok Pikiran dalam Seminar yang diadakan di Aula Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, pada 16 Desember 2007. Seminar ini diadakan oleh Persaudaraan Aceh bekerjasama dengan YLBHI. PendahuluanlPerdamaian Aceh terselenggara atas kerjasama dan dorongan semua pihak, seperti negara-negara donor. lPerdamaian Aceh juga dilakukan lewat fasilitasi lembaga internasional yang diterima oleh kedua-pihak yang bertikai. lKontrol pemerintah RI atas tentara dan polisi dalam perdamaian Aceh relatif terjaga,

begitu juga kontrol pimpinan GAM atas Angkatan GAM. lMasyarakat sipil internasional dan nasional sejauh ini lebih banyak terlibat dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh, ketimbang menghubungkan kegiatan-kegiatan mereka dengan upaya mengabadikan perdamaian. lResistensi atas perdamaian datang dari kelompok aliran politik nasionalis dan ultra-nasionalis di Jakarta, sekaligus juga kelompok-kelompok Islam tradisional yang gandrung akan nasionalisme. Namun, secara objektif, resistensi ini terbatas hanya pada persoalan separatisme.

Situasi Politik dan PemerintahanlNasional: lTerdapat rivalitas yang kuat antara klan politik Sarwo Edhie Wibowo dengan Soekarno yang diwakili oleh Susilo Bambang Yudhoyono dan Megawati Soekarnoputri.lPengkubuan yang terjadi justru di kalangan kaum nasionalis sendiri, yakni nasionalis sekuler dengan nasionalis relegius atau gabungan keduanya.lKeberadaan kaum nasionalis dalam jumlah besar akan selalu berhadapan dengan simbol-simbol lain, termasuk masalah bendera daerah. lPemenang pilpres 2009-2014 akan menentukan bagi masa depan perdamaian di Aceh. lSecara politik, harus ada penyusunan agenda “Peta Jalan Aceh” (Aceh Roadmap) dalam pemilu 2009. lLokal:lPembentukan parpol lokal di Aceh akan mempengaruhi perilaku elite-elite politik lokal.lKeterpecahan atas tujuan-tujuan perdamaian akan terjadi, seiring dengan menguatnya keinginan untuk menjadi penguasa lokal. lAgenda-agenda perdamaian akan sulit sekali dijalankan, terutama ditutupi oleh konflik-konflik politik baru. Kohesifitas para aktor perdamaian akan berkurang.lSementara, agenda percepatan penyelesaian program rekonstruksi dan rehabilitasi lebih menjadi isu politik, ketimbang menyangkut masalah manajemen dan tanggungjawab organisastoris. lNamun, yang terpenting, adalah apakah kinerja elite-elite lokal yang terpilih dalam pilkada berlangsung baik atau buruk.lPolitik Aceh secara umum tidak lagi digerakkan oleh masyarakat akar-rumput, melainkan oleh elite-elite Aceh sendiri.

lRegional:lPerhatian dunia internasional barangkali sama kuatnya atas masalah di Malaysia (antara oposisi dengan pemerintah), Myanmar (rezim dengan kelompok pro-demokrasi), Pakistan (kelompok Musharaf dan anti-Musharaf), Thailand (rezim militer dengan partai politik), dll, dengan masalah-masalah Indonesia. lProses demokratisasi dan rezimisasi di negara-negara tetangga itu juga mempengaruhi sikap atas Indonesia secara keseluruhan. lSecara umum, kalau negara-negara di Eropa dan Amerika Serikat tidak bereaksi keras atas apa-apa yang terjadi di negara-negara tetangga itu, maka apapun pilihan kebijakan pemerintah Indonesia atas Aceh juga akan mendapatkan reaksi minimalis. lPertumbuhan pertentangan internal yang kuat pada masing-masing negara di kawasan regional ini akan memicu pendapat bahwa stabilitas politik kawasan, termasuk keamanan, sangat dimainkan secara signifikan oleh Indonesia. lInternasional: lKeberhasilan Partai Buruh di Australia dan kemungkinan kemenangan Partai Demokrat dalam pilpres 2008 di Amerika Serikat, akan lebih membangun kerjasama yang lebih kuat diluar masalah-masalah keamanan.lMasalah-masalah yang nanti mengemuka adalah lingkungan hidup (global warming), perempuan, kesehatan, hak asasi manusia, masyarakat sipil, kebebasan pers dan lain-lain. Sikap untuk mempengaruhi atau menekan negara-negara lain akan jauh lebih berkurang. lDengan situasi internasional seperti itu, Indonesia lebih banyak disorot dari segi lingkungan, perempuan, hak asasi manusia, tetapi sekaligus membuka kesempatan bagi militer untuk lebih aktif. lBisa dikatakan dengan perkembangan itu masalah-masalah akan bertumpu kepada masing-masing negara, ketimbang hubungan bilateral dan multi-lateral. Negosiasi RegulasilDalam hubungan pusat dan daerah, sebagai implementasi dari UU No. 11/2006, maka yang terjadi adalah negosiasi regulasi. lSelain harus memastikan agar UU No. 11/2006 tetap dipertahankan – dengan mencegah upaya revisi sebelum masa lima tahun --, maka penyusunan regulasi lain juga dibutuhkan, seperti Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Keputusan Presiden, dan lain-lain. lJuga diperlukan regulasi lain, seperti UU tentang Komisi Rekonsiliasi dan Kebenaran, Keabsahan Sabang sebagai Pelabuhan Bebas, UU sektoral menyangkut laut, pelabuhan, transportasi, dan sejenisnya.lHarus ada kelompok lobby yang kuat di Jakarta, baik yang dibentuk oleh pemerintah, masyarakat sipil atau kelompok intelektual. Pembentukan semacam Pokja Aceh menjadi penting. lSelain itu juga diperlukan saluran-saluran lain yang disampaikan kepada dunia internasional tentang perkembangan Aceh. Masyarakat internasional tentu masih ingin tahu, terutama yang pernah aktif langsung dalam perdamaian dan rekonstruksi.


0 comments:

Next previous home
 

DEWAN PIMPINAN PUSAT PARTAI SIRA (DPP) Copyright © 2008 Black Brown Pop Template by Ipiet's Edit Udin